KTP Sebagai "Tiket" Sidang

Sunday, December 21, 2008


Ini adalah pengalaman pribadi gw ketika mendapat tugas pengamatan sidang Muchdi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Persidangan ini adalah sebuah persidangan yang sangat yang mendapat perhatian dari pihak pers karena terdakwa-nya adalah Mantan Danjen Kopassus, korbannya adalah aktivis HAM, dan kasus ini mendapat perhatian dari pihak luar negeri.

Di suatu pagi, sekitar bulan Agustus 2008, gw berangkat dari Depok untuk menjalankan tugas tersebut. Setelah lebih kurang 1 jam, akhirnya gw nyampe juga di PN tersebut. Jujur pada awalnya gw sedikit terkejut melihat pengamanan yang sangat ketat dari Pihak Kepolisian mulai dari depan pintu gerbang sampai ke pintu masuk PN, tetapi sesuai dengan alasan yang sudah gw nyatakan di awal, bahwa kasus ini bukanlah kasus yang sembarangan maka fenomena tersebut sangat masuk di akal.

Ketika melewati pintu gerbang PN, gw diberhentikan oleh tiga anggota kepolisian yang meminta gw untuk membuka jaket yang masih gw pake saat itu. Lalu mereka juga meminta gw untuk membuka tas dan menunjukkan isinya. Kemudian mereka meminta agar gw menunjukkan kartu identitas (KTP/SIM). Gw yang hingga saat ini belum memiliki KTP dan SIM (karena hilang di angkutan umum), memberikan alasan bahwa lupa membawa kedua kartu identitas tersebut. Mereka memandangi gw dan kemudian terjadilah percakapan antara salah satu dari petugas tersebut (yang pangkatnya lebih tinggi dibandingkan dua petugas lainnya) dengan gw, lebih kurang sebagai berikut:

Polisi (Pol) : Anda gak boleh masuk pengadilan kalau gak bisa nunjukin kartu identitas.

Gw : Kenapa gak boleh Pak? Emang ada kewajiban untuk nunjukin kartu identitas kalau ingin melihat sidang?

Pol : Anda gak boleh masuk soalnya anda ini tidak jelas.

Gw : Tidak jelas gimana pak. Saya kan cuma ingin lihat sidang, bukan mau buat rusuh, saya juga gak bawa apa-apa selain alat tulis. Di hari-hari sebelumnya, saya gak pernah diharuskan untuk bawa KTP untuk masuk ke pengadilan. Saya sama sekali belum pernah denger kalau masuk pengadilan harus bawa KTP, aturan darimana itu?

Pol : Pokoknya anda tidak boleh masuk. Di dalam udah banyak orang, mendingan anda pulang aja.

Ketika gw masih ingin mendebat petugas tersebut, tiba-tiba kedua petugas lainnya sudah menarik gw sampai ke luar gerbang.

Terus terang saat itu gw gondok banget dengan perlakuan yang gw terima. Padahal sebagai dapat diketahui bahwa salah satu asas yang mengatur perlindungan terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia yang telah diletakkan di dalam Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman adalah bahwa:

“Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang diatur dalam undang-undang.”

Dari asas tersebut sudah jelas bahwa sebuah persidangan itu WAJIB TERBUKA UNTUK UMUM dan bukan hanya untuk orang-orang tertentu (seperti mempunyai kartu identitas).

Hal lain yang membuat kekesalan gw bertambah adalah:
1. Pemeriksaan identitas terhadap pengunjung sidang tersebut hanya dilakukan apabila di sekitar pintu gerbang ada wartawan/reporter yang meliput tentang ketatnya penjagaan sidang tersebut. Hal ini terbukti ketika gw datang ke persidangan kasus yang sama pada hari-hari sesudahnya (setelah insiden di atas) sama sekali tidak ada pemeriksaan identitas pengunjung, bahkan pemeriksaan terhadap tas dan tubuh pengunjung sidang juga hanya sekedarnya saja.

2. Adanya diskriminasi perlakuan antara pengunjung sidang biasa dan pengunjung sidang yang mengenakan jas (berpakaian rapi dan necis), karena pengunjung sidang dengan pakaian yang “wah” dibiarkan masuk ke Pengadilan tanpa diperiksa terlebih dahulu.

3. Penjagaan yang sangat ketat dari pihak Polisi di sebuah pengadilan hanya dilakukan pada hari-hari tententu saja, yaitu pada hari diadakannya persidangan untuk kasus-kasus yang besar saja.

Jujur, gw kesel bukan karena gw gak bisa ngelihat persidangan, tapi karena seorang Polisi (yang notabene adalah seorang aparat penegak hukum) menerapkan suatu aturan yang tidak ada dasar hukumnya sama sekali. Bagaimana jadinya sebuah negara yang katanya berdasarkan atas hukum, apabila aparat hukumnya saja tidak mengerti hukum dan hanya bisa bertindak atas dasar perintah yang diterima dari atasannya. Benar-benar menyedihkan...

3 comments:

St. Anger said...

Mestinya dicatat nama 3 ekor aparat tersebut lengkap beserta pangkat, dan lebih baik lagi anda cerita ke pers di situ saat itu juga, biar pers bisa take foto mereka dan nulis deh di SURAT PEMBACA koran nasional! beres deh urusan :D :D dangkal banget mikirnya gw, hahaha.....

Noptra, S.H. said...
This comment has been removed by the author.
Noptra, S.H. said...

wah bener juga ya...
napa gak kepikiran ya saat itu (mungkin karena emosi orang bisa lupa segalanya, hehe)...

next time deh, klo kejadian mirip2 begini terjadi ke gw, akan gw coba saran dari anda...

thx bro...