Wanita dan Perkosaan

Wednesday, July 29, 2009


Tindak pidana perkosaan merupakan salah satu kejahatan terhadap kesusilaan. Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia, tindak pidana perkosaan setidaknya diatur di dalam 2 pasal yaitu:
1. Pasal 285
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
2. Pasal 286
Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Selanjutnya mari kita lihat definisi perkosa menurut KBBI
Perkosa:
1. menundukkan dengan kekerasan; memaksa dengan kekerasan; menggagahi; merogol
2. melanggar (menyerang dsb) dengan kekerasan
Merujuk pada definisi perkosa di atas tidak terlihat siapa yang menjadi korban atau pelaku. Kata perkosa berlaku secara universal, atau dengan kata lain siapa saja bisa menjadi korban, dan begitu juga sebaliknya, siapa saja bisa menjadi pelaku dari perkosaan.

Pembahasan:
Sebenarnya hal yang ingin saya paparkan disini adalah mengenai diskriminasi yang terlihat di dalam KUHP, yaitu diskriminasi terhadap lelaki/pria dimana pelaku dari tindak pidana perkosaan adalah PRIA. Kenapa saya berasumsi seperti itu, padahal unsur barangsiapa bisa ditujukan untuk siapa saja selama orang tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban dari tindakan yang dilakukannya. Alasannya, di Indonesia tidak dikenal adanya ikatan perkawinan antara sesama kelamin; selain itu di dalam KUHP, hubungan sesama kelamin diatur di dalam Pasal 292.

Dengan adanya redaksional “..... memaksa seorang wanita .....” atau “..... diketahui bahwa wanita itu .....” menunjukkan bahwa korban dari tindak pidana perkosaan hanyalah WANITA dan tidak memungkinkan PRIA menjadi korban dari tindak pidana tersebut. Padahal PRIA juga bisa menjadi victim dari tindak pidana tersebut.

Alasan mengapa saya mengatakan hal tersebut, salah satunya adalah:
Karena adanya penyimpangan perilaku seksual yang dimiliki oleh si pelaku. Mungkin kita semua pernah mendengar istilah sadomasochist. Adapun artinya lebih kurang adalah sebagai berikut:
The combination of sadism and masochism, in particular the deriving of pleasure, especially sexual gratification, from inflicting or submitting to physical or emotional abuse (http://www.thefreedictionary.com/sadomasochist).

Mungkin saya perlu menegaskan sekali lagi bahwa orang yang mempunyai perilaku seksual menyimpang seperti sadomasochist tidak terbatas pada gender tetapi bisa berjenis kelamin pria maupun wanita. Sadomasochist dapat menjadi salah satu alasan bagi pelaku (baik itu wanita maupun pria) untuk memperkosa korbannya, karena pelaku mendapatkan kepuasaan seksual dengan cara melakukan penyiksaan atau pemaksaan baik secara fisik maupun emosional terhadap korban.

Beberapa pernyataan yang menyatakan bahwa “tidak mungkin pria menjadi korban perkosaan”, diantaranya adalah:

1. Pria tidak mungkin menjadi korban perkosaan karena untuk melakukan hubungan seksual seorang pria harus mengalami ereksi dan ereksi tidak mungkin terjadi apabila pria tersebut tidak terangsang.
Rangsangan tidak hanya dapat terjadi dari dalam tetapi bisa juga dari luar. Rangsangan juga bisa terjadi karena disadari atau tanpa disadari. Seorang pria dapat mengalami ereksi ketika ia sedang tertidur (hal ini terlihat ketika seorang pria mengalami mimpi basah).
Proses ereksi juga tidak dapat disamakan dengan kenikmatan yang diperoleh. Ini adalah dua hal yang berbeda. Oleh karena itu, jika ada pernyataan yang menyatakan bahwa jika seorang pria mengalami ereksi dan/atau ejakulasi maka secara otomatis dia menikmati hubungan seksual yang dialaminya. Ini adalah sebuah pernyataan yang salah. Jika pola pikir kita tetap seperti ini, maka dapat saya katakan kita tidak ada bedanya dengan pelaku perkosaan (pada umumnya pria) yang sering membenarkan kejahatannya dengan pernyataan bahwa korbannya menikmati perkosaan tersebut karena sang korban (umumnya wanita) mengalami orgasme.

2. Pria tidak akan mengalami kerugian apapun ketika dia diperkosa.
Berikut ini adalah beberapa kerugian yang bisa dialami oleh pria yang menjadi korban perkosaan:
- Trauma, contohnya trauma penis
- Memar atau luka-luka secara fisik
- Penyakit Menular Seksual (PMS), apabila si pelaku mengidap PMS
- Tekanan secara mental.

Berikut ini adalah salah satu contoh kasus perkosaan yang dilakukan oleh WANITA terhadap PRIA di negara lain, silahkan cek TKP gan:
Valeria diadili karena perkosa 10 pria

Jadi, masihkah kita berkata bahwa "TIDAK MUNGKIN WANITA MEMPERKOSA PRIA?"